KH. Anwar Zahid adalah model dai zaman sekarang, penceramah yg selalu dirindukan, santun di atas panggung, santun pula dlm pergaulan sehari-hari, meski pintar dan alim, tapi tidak sok keminter dan sok alim.
Gaya ceramahnya bisa menembus segala lapisan masyarakat, baik kalangan tua, remaja, maupun lingkungan perkantoran, bahkan kalangan intelektual.
Beliau memiliki seribu cara utk membuat pendengarnya tetap fokus, selalu saja ada sentilan yg mengundang gelak tawa, meskipun demikian semua itu akan tetap membawa pendengarnya pada perilaku bijak dan semakin mendekatkan diri pada sang pencipta.
Pesan-pesan agama beliau sampaikan dengan lugas dan tegas, tak ketinggalan juga humornya yg fantastis, perpaduan khas logat Jawa Timuran ngoko dengan bahasa Indonesia yg telah "di-debirokratisasikan", maka lahirlah aliran istilah yg enak di dengar, renyah, dan sama sekali tidak membosankan.
KH. Anwar Zahid adalah tipe dai yg tdk gemar obral dalil, kecuali seperlunya saja, tidak terjebak gaya "ke-arab2an" yg saklek, tapi simpel dan apa adanya.
Satu hal yg menjadi inti dari semua tausiyahnya, bahwa Islam sebagai tatanan nilai harus mengalir dalam raga, nampak dalam sikap dan perilaku, mulai dari "the unyeng-unyeng" sampai "the tungkak".
Semua harus mampu "di-cakkan" dlm tindakan nyata, bukan sekedar dlm penonjolan simbol2 formal, seperti jenggot panjang, jidat hitam, dan sorban rangkap tujuh, tapi sejauh mana islam tercermin dlm sikap dan perilaku sehari2.
Dan satu lagi, beliau sangat nasionalis, cinta NKRI, dan tdk sok ngilafah.
Lalu siapakah Anwar Zahid? Lahir pada tahun 1974 di sebuah kampung di Kabupaten Bojonegoro, beliau lama menimba ilmu agama di Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban di bawah bimbingan Al-maghfurlah KH. Abdullah Faqih.
Selesai dari Langitan, setelah mendapat restu sang kiai, Anwar Zahid muda lalu memperdalam hafidz Al-Qur'an dan tafsir Al-Qur'an di pesantren APTQ Bungah, Gresik, di situlah beliau bertemu dengan seorang guru yang bernama KH. Suratin Abbas.
Saat ini KH. Anwar Zahid mengasuh pesantren As-Syafiiyyah di kotanya, para santrinya kebanyakan dari kalangan tidak mampu dan anak yatim, karena itulah, semua biaya, mulai makan dan kebutuhan sehari-hari ia gratiskan.
Kesibukannya yg luar biasa nyaris tak ada waktu untuk istirahat, berdakwah ke penjuru Nusantara, dan bebagai tempat di luar negeri, seperti di kedutaan dan di kalangan tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Meski sesibuk apapun, beliau tetap meluangkan waktu hari Kamis dan Jumat utk mengajar di pesantren, kendati sebenarnya juga sudah ada para guru yg mengajarnya, dan satu lagi, beliau selalu tdk lupa sowan dan minta nasihat para kiai sepuh.
Anda berminat mendatangkan beliau? Jika anda mendaftar saat ini, maka dua tahun mendatang baru anda mendapatkan jadwal giliran.
Barakallah..
Semoga sehat selalu kiai-kiaiku, kiai-kiai NU-ku. ☺
KOMENTAR