Mbah Asrori peserta Diklatsar Banser usia 66 tahun |
Ketika ditanya apa niat menjadi Banser, hampir semua sahabat - sahabat Banser termasuk Mbah Asrori menjawab: berkhidmat pada NU, diakui sebagai santrinya Hadrotus Syaikh Hasyim Asy'ari sehingga didoakan khusnul khotimah. "Turahan umurku meh tak wakafke kanggo BANSER NU, ben diakoni santrine mbah Hasyim, akhire didongakke khusnul khotimah sak anak putuku". Jawaban tegas mbah Ansori yang bertempat tinggal di Desa Klitih kecamatan Karangtengah Kabupaten Demak.
Kenapa hampir semua Banser menjawab demikian? Itu tidak lepas dari qoul (perkataan) muasis (pendiri) Nahdlatul Ulama KH. Hasyim Asy'ari "Siapa yang mengurusi NU Saya anggap ia santriku Siapa yang jadi santriku Saya do' akan khusnul khotimah beserta anak cucunya". Motivasi dari pendiri NU inilah yang membuat militansi sahabat-sahabat banser sangat kuat. Orientasinya bukan duniawi, bukan pujian orang, apalagi cuma sekedar amplop. Keluar duit malah iya, korban waktu dan tenaga sudah seharusnya, dan sejak masa diklat sudah dilatih infak bayar pelatihan sendiri, beli seragam pakai uang sendiri.
Kita berdoa semoga Mbah Asrori dan kita semua bisa istiqomah dalam berkhidmat di NU.
Banser Tak Ada Usia Pensiun
Lain Mbah Asrori, lain pula cerita Mbah Busro. Mbah Asrori bergabung di usia kepala enam, di belahan daerah Kediri sana ada Mbah Busro, Banser dengan usia sangat sepuh kepala delapan. Dan jangan heran kenapa ada banser yang usianya sangat sepuh, sebab banser itu pengabdian yang tidak dibatasi usia pensiun. Satu-satunya yang membatasi dan mengakhiri seorang banser dalam mengabdi adalah kematian.Mbah Busro memakai sorban putih saat mengikuti brieffing. |
Dengan sedikit cerita Mbah Asrori dan Mbah Busro semoga menjadi penyemangat kita-kita yang masih muda.
Sumber : Iskabul Izzi
KOMENTAR