Foto KH. Said Aqil Sirodj bersama KH. Ahmad Isomuddin |
Kyai Said sejak belia pernah belajar di Pondok Pesantren Lirboyo, Jawa Timur, dan kemudian di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Selanjutnya selama lebih kurang 13 tahun melanjutkan studinya di Universitas Ummul Qura, di Makkah al-Mukarramah, hingga tamat program doktoral. Kyai Said dikenal sangat cerdas dan memiliki ingatan yang sangat kuat. Sangat layak jika sejak lama Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) tertarik untuk bersahabat dengannya. Kyai Said kemudian menjadi salah seorang kader utama Gus Dur. Gus Dur dan Kyai Said adalah dua orang tokoh muslim berpengaruh luas yang berkhidmat kepada umat melalui PBNU yang karena keterkenalannya tidak perlu diperkenalkan lagi.
Saya merasa beruntung relatif sering mendampingi Kyai Said yang senang berdiskusi tentang berbagai persoalan, terutama masalah agama. Bila sedang bersama saya, Kyai Said senang berdiskusi dalam spektrum yang luas tetapi terfokus, baik tentang organisasi, sejarah, politik, filsafat, akidah, tashawwuf dan pemikiran para tokohnya, dan hingga masalah-masalah fikih, baik klasik maupun kontemporer. Kyai Said dalam berbagai kesempatan pernah bertanya kepada saya, secara langsung atau terkadang melalui telpon, mengenai berbagai masalah fikih kontemporer.
Tentu saja jika Kyai Said bertanya kepada saya belum tentu karena beliau tidak tahu, tetapi barangkali sedang mengkonfirmasi saja, atau bahkan mungkin untuk menguji kembali ingatan saya. Menjawab pertanyaan Kyai Said yang seringkali datang tak terduga itu tentu saja tidak mudah dan perlu berhati-hati, karena jawabannya harus logis, sistematis, dan ilmiah. Biasanya Kyai Said juga meminta referensi jawaban diambil dari kitab apa atau minimal lengkap dengan kaidah fikihnya atau kaidah Ushul al-fiqhnya.
Setiap menjelang Musyawarah Nasional Alim Ulama NU dan Muktamar NU, Kyai Said biasanya selalu menanyakan kepada saya tentang apa saja materi-materi Bahtsul Masail yang akan dibahas oleh para kyai NU dalam hajatan besar NU tersebut. Saya bersyukur diberi kesempatan dan kepercayaan untuk menyumbang berbagai ide pemikiran orisinil yang sedikit banyak ada manfaatnya bagi warga NU khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Saya melihat Kyai Said sebagai seorang ulama dalam artian yang sesungguhnya, ilmu agamanya sangat mendalam, terutama spesialisasinya di bidang ilmu muqaranat al-adyan (perbandingan agama-agama) dan saya lihat beliau juga mengamalkannya. Kyai Said juga adalah sosok ulama yang memiliki kecintaan kuat terhadap tanah air, mampu menjadi teladan khususnya bagi warga NU.
Ya, memang idealnya seorang ulama memang harus sangat mendalam ilmu agamanya, banyak amal baiknya dan luas pula wawasan kebangsaannya.
Dalam setiap perjalanan bersamanya, saya melihat Kyai Said tak berhenti mewiridkan berbagai zikir, mengulang-ulang hafalan al-Quran-nya, dan kadangkala membacakan syair-syair berbahasa Arab yang berisi puja-puji terhadap Rasulullah SAW. atau berisi kata-kata bijak. Semua itu dilakukannya dalam keadaan duduk, berdiri, berjalan, dan dalam berbagai kesempatan. Karenanya saya pun tertular merasakan aura ketenangan saat bersamanya.
Padahal saya tahu persis, Kyai Said adalah seorang tokoh yang paling banyak disalah pahami, kontroversial, dan semua tahu bahwa panah-panah fitnah, kebencian, hoaks, hingga ancaman pembunuhan banyak ditujukan kepadanya. Saya juga tahu persis bahwa para pembencinya belum tentu lebih baik dari dirinya, dalam ilmu, amalnya, apalagi pengaruhnya.
Saya tidak pernah mendengar Kyai Said membalas semua keburukan itu dengan keburukan, tidak pula dengan cacian balasan. Saya bersaksi, bahwa Kyai Said adalah orang baik yang berani melakukan perbaikan, bukan saja untuk agama dan bangsanya sendiri, tetapi juga untuk bangsa lain di dunia ini. Kyai Said, kita semua tahu, ada banyak orang yang sangat mencintainya dan tentu saja ada mereka yang teramat membencinya, meskipun belum pernah berjumpa dengannya sama sekali.
Penulis : KH. Ahmad Ishomuddin
Grand Hyatt Chengdu
Chicony Square, Jinjiang District, Chengdu,
Tiongkok.
KOMENTAR